Rabu, 18 November 2015

CERPEN *Ku Kira Kau Takdirku



Ku Kira Kau Takdirku






            kicauan burung yang begitu sendu, embun pagi dan semerbak wanginya yang semakin tercium, halunan nafas yang begitu segar ketika dihirup. Hijau diselimuti rindangnya pepohonan sekolahku, disinilah aku menemukan hal yang menganehkan bagiku, entah kapan aku mengenalnya tak pernah ada kejelasan disana mungkin itu sebuah cinta, ah lupakan saja ini ramai ditengah desaknya abu-abu.
            “Rat, rajin amat perasaan dari tadi aku perhatiin corat coret buku terus, kantin yuk ?“
suara Ana yang membuyarkan lamunanku menerawang seseorang disana.
            “Males ah! pagi-pagi udah jajan aja bentar lagi juga pak Jaya datang”
            “Kamu tidak mendengarkan kata si Ucup, pak Jaya berhalangan hadir. Dari pada kamu corat coret tidak jelas gitu, mending jajan yuk!” sahutnya lagi, memaksaku berdiri dan meninggalakan kelas.
            Aku dan Ana beranjak menuju kantin, berbagai makanan berjejeran disana semua warna ada, tidak tepat kalau ini dinamakan sebuah kantin ini hanya pedagang biasa pembawa bakul atau abang-abang dengan sepedahnya dengan cilok didalamnya yang berbaris tertib didepan pintu sekolahku yang sederhana nan bergubug tua dan bukan berlantai kaca. Di gubug ini lah aku berilmu, di sekolah ini juga terkadang orang-orang melihatnya dengan sebelah mata, padahal disini terdapat banyak harta karun dan pangeran yang kokoh dalam agama.
Harta karun, ilmu yang tidak pernah sama dengan yang lain, banyak hal yang aku lakukan disini, banyak cerita, banyak kenangan yang tak akan pernah aku lupakan. Terutama dia pangeran yang kokoh dalam agama, setiap Duha aku selalu melihatnya tepat di depan sana dengan tiga kawannya, setiap do’a aku selalu panjatkan untuknya. Setiap aku melihatnya aku selalu tersenyum dan setiap pramuka aku semakin dekat dengannya, mungkin aku hanya pengagum setianya yang sampai saat ini aku tidak akan pernah bisa berkata cinta di depan Bayu Radika. Hah, mendengar namanya saja aku begitu tenang, begitu damai dan begitu nyaman ketika aku di dekatnya.
Entah karena apa aku dekat dengannya setiap malam dia selalu kirim pesan, setiap malam aku sering begadang hanya untuk tukar pikiran dengannya dari situlah aku mulai mengaguminya, mengagumi kakak kelasku sendiri. Dia cukup pandai di kelas, terbukti dia selalu jadi yang pertama dikelas dia selalu ikut dalam lomba pramuka bersamaku, hal-hal yang tak kan pernah ku lupakan. Hati ini tidak terlalu sanggup ketika dia tersenyum kearahku tampan sekali, tinggi, wajahnya yg cerah merona seakan semua wanita mau jadi pacarnya, mungkin burung-burung betina pun berkicau saat Bayu berteduh di sarangnya seraya mengakui ketampanannya, ah lebay aku, Hehe. Tersentak aku meliatnya.
            “Ekhemm,, Ratna, kak Bayu tuh “ Ana menyikutku dengan tangan kirinya, sambil asik makan sambil berdiri. ( Tidak untuk ditiru yah makan sambil berdiri ^_^ )
            “Ah, apa an sih!” sautku ketus, dan begitu malu-malu.
Aku hanya bisa balik senyum saat wajah cerahnya menampakkan senyuman yang menawan, entah apa yang aku rasakan saat itu, semakin hari aku semkin mengila semakin aku merasa mungkiiin jatuh cinta tapi ini hanya perasaan yang menganehkan bagiku dan pagi itu berlalu.
****
Gelap menyapa, menampakan sinar kegelapannya. Angin dingin malam menerka, taburan bintang-bintang menyala menemani hati yang entah bagaimana aku mengatakannya, malam itu ku gelar sajadahku menadahkan tangan meminta berharap seseorang yang jauh disana menjadi takdir hidupku, entah kenapa aku bisa berfikir seperti itu padahal usiaku baru menginjak remaja, baru saja dua tahun mengenakan pakaian abu-abu. Sadarku, aku baru kelas dua Aliyah.
“ Tret.. tret.. treeeeetttt.. “ getar suara HP berdering, yang biasanya asik nangkring di meja belajarku.
            Segera ku bergegas mendekatinya, satu pesan belum dibaca tertulis disana. Langsung ku buka dan ternyata itu.
            “ Jangan terburu-buru mengatakan cinta, karena lebih baik cinta itu kau simpan dan kau berikan pada tuhanmu yang setiap saat selalu mencintaimu dengan kasih sayangNYA.
Ex. Bayu Radika ” begitulah dalam pesannya.
            “ Hmm, kok ngebahas cinta, tumben? Buat siapa pesannya kak? Buat pacarnya ya. Ayo ngaku ?”
            “ Kakak kirim kesemua kok :D , weh anak kecil tidak boleh pacal-pacalann ya :P “
            Sekilas pesan itu begitu akrab sampai kami pernah pakai panggilan sayang dengan sebutan “ Nenk, Abank” mungkin aku yang terlalu bodoh, dia hanya menganggapku seorang adik tidak lebih dari itu, tapi aku selalu berharap lebih darinya, dan bodohnya DIA. Aku yang selalu jadi korbannya dan kenapa harus AKU ?, korban PHPnya (Pemberi Harapan Palsu).
 Bahkan pernah suatu ketika saatku baru saja menginjak semester dua di kelas dua, dia pernah mengirim pesan padaku dia berjanji jika aku dapat peringkat pertama dikelas dia akan memberikan hadiah untukku dia sengaja berkata seperti itu karena pembagian rapot nanti bertepatan dengan hari ulang tahunku, tapi saat itu aku menolaknya dalam hatiku aku tidak menginginkan hadiah apapun darinya aku hanya ingin selalu dekat dengannya itu saja, itu jauh dari cukup untukku dan akhirnya benar saja waktupun melesat dengan cepatnya seperti anak panah yang meluncur dengan gesitnya, aku menjadi juara satu dikelas, dia menepati janjinya tidak memberikan apa-apa karena itu keinginanku, entah aku salah apa atau bagaimana aku tidak mengerti dia hilang begitu saja dikehidupanku, sejak kejadian itu semuanya berubah tak ada lagi pesan, tidak ada lagi orang yang kutunggu ketika duha, tidak pernah aku menemukan dia di masjid yang dulu tempat kita menunaikan duha. Aku sangat merasa bersalah kenapa tidak aku mengiyakan saja hadiah darinya seharusnya aku tidak berfikir aku akan dianggap matre atau apapun itu, toh dia yang mau bukan aku yang minta, batinku memprotes menerawang jauh disana.
****
“Aaaaaakhh” teriakku melepas beban, melepas kerinduan diatas bebatuan besar yang sesekali diterjang ombak, dengan sapaan halus yang menyejukkan dan beberapa pelepah pohon kelapa seraya melambai kesana kemari. Perasaan kecewa, sedih ingin bertemu bahkan marah yang terasa meledak-ledak diujung ubun-ubunku, tiga tahun aku mengenal, tiga tahun aku memendam sayang, tiga tahun aku menunggu, tiga tahun ku simpan rapih dengan perasaan yang masih seperti dulu, hingga sekarang baru saja aku pulang dari kampus untuk tes masuk Universitas dengan soal-soal yang mendidihkan otakku dan baru saja aku ingin menikmati hidup duduk ditepi pantai memandang burung-burung yang beralulalang diatasnya. Terdengar suara kecil dan kemudian semakin membesar berbisik mendekatiku.
“ Ratna.. Rat.. Ratna... Ratna, kamu dimana?? “ Ana berteriak mencariku yang kebetulan dia juga melaksanakan tes di Universitas yang sama dengan ku.
“ Aku disinii, cepat kemari pemandangannya indah bisa sedikit mengusir penat karena soal-soal tadi ” Ujarku menoleh kebelakang memastikan Ana masih di gubung bersama motor hitamnya yang sedikit memudar warnanya.
“ Ratnaaa.. kamu saja yang kesini, motorku tidak ada yang jaga, cepatlah kesini ada berita penting. “ Suara Ana yang masih sibuk dengan HP nya.
            Aku tetap diam ditempat tidak menyaut sedikitpun fokus memandang senja yang mulai akan tenggelam, indah sekali dengan warna khasnya cerah kemerahan.
            “ Ratnaa.. ini tentang kak Bayu, sini cepat ini penting kamu tidak mau dengar juga? “ Ujar Ana suaranya begitu bulat terdengar.
            Mendengar kata “ Bayu “ sejenak aku terdiam, segera bangkit dan berlari menuju Ana sahabatku itu.
            “ Kenapa dengan dia? “
            “ Lihatlah ini “ menunjukan kearah HP nya.
            Aku baca sebaris kata bercetak tebal disitu, rasanya aku tidak sanggup lagi meneruskan membacanya, selama tiga tahun aku menunggu aku tidak pernah mendapat kabar darinya, aku kirim pesan tidak pernah dia balas, aku tidak berani untuk menelfon dan ternyata inilah jawabannya, jawaban atas semua do’a - do’a ku selama ini, aku salah menilaimu. Padahal dulu dia tahu aku sangat mencintainya, aku ingat dulu dia suka sekali dengan semua lagu-lagu Bondan Prakoso, apa yang dia suka aku pun menyukainya karena dengan itu aku beranggapan dia juga bisa suka denganku, tapi kenyataannya nihil, mungkin dicintai oleh sesosok Bayu hanya bisa nyata di mimpi dan angan-anganku. Sampai suatu hari aku harus rela begadang sampai larut malam hanya untuk mendownload lagu-lagunya Bondan, bahkan aku hafalin satu demi satu bait demi bait, bukan karena aku suka lagu itu tapi hanya karena berlandaskan cinta aku melakukan hal sebodoh itu, aku ingat sampai sekarang lagu kenangan kita yang berjudul “Sesal” yang dinyanyikan oleh Bondan Prakoso, aku tidak akan pernah lupa, semakin aku melupakanmu semakin itu pula aku gencar mencarimu, dan sekarang apa maksudmu hanya mengundangku lewat tagg di facebook padahal kau tahu nomor telfonku, dari dulu aku tidak pernah menggantinya karena aku selalu berharap kau akan datang untuk melamarku, tapi kenyataan pahit malah menimpaku bukannya aku kau lamar tapi kau akan menikah dengan wanita lain.
Tanpa ku sadari setitik bening putih menetes deras dipipi terisak sendu aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan takdirku segala penyesalan semua terkuras dengan semakin derasnya butiran yang membasahi pipi hingga kedagu, ku teriak ku lepaskan semuanya bahwa jodohku masih tersimpan rapih yang disediakan untukku, aku percaya jodohku cermin dari diriku sendiri, seperti itulah aku semakin memperbaiki diri begitupun dengan jodohku nanti.
senja mulai malu terlipat dengan awan, sinar kemerahannya mulai memudar. Biarkan saja penyesalan dan kekecewaanku ikut terlipat dalam senja dan memudar hingga pagi datang kembali dengan perasaan penuh ikhlas, cerah biru dengan harapan yang baru. Aku duduk dibelakang bersama Ana di depanku, mengendarai sang hitamnya melaju menuju pulang.

Selesai ..

Banten, 27 September 2015
Karangan , Sumyati.
Bentuk , Fiksi.